(sendiko dewo)
Hari ini terdengar berita pulau Bali didera gempa berskala 6,8 SR yang lebih tinggi tekanannya dari yang sudah pernah dialaminya beberapa bulan yang lalu. Di negri seberang masih ramai hujan investasi dan peningkatan produk komoditas unggulan, sementara di Bali sedang diguyur hujan musibah gempa yang cukup memprihatinkan.
Tentu ada yang tidak beres dari
warga setempat khususnya dan masyarakat Indonesia secara umum, sehingga membuat hubungan horisontal kepada alam tidak lagi harmonis. Benar, dalam hitungan inkam negara, kota pantai Sanur itu tergolong mewah dan menjanjikan, terutama karena keindahan serta kemegahannya diramaikan mayoritas pendatang asing yang berlibur atau berbisnis secara menyenangkan.
Kota yang menyuguhkan banyak pilihan tempat hiburan dan tempat-tempat bersejarah dan penting ini, bagi para pelancong tidak boleh dilewatkan begitu saja, memberikan arti penting bagi Bali membuat kota tersebut dikenal sebagai salah satu tujuan warga asing menghabiskan waktu libur. Bali dengan seluruh penghasilan pengelolaan yang eksotis, agaknya melenakan pemda setempat dan melupakan arti sebuah aprisiasi terhadap keberlangsungan eko-sistem alam semesta yang memberikan limpahan berkah.
Untuk sebuah tempat wisata pada umumnya ramai karena menyajikan varian pemandangan dan lokasi hiburan yang menarik. Namun, banyak juga yang mengalih-fungsikan menjadi lebih dari sekadar tempat menghibur diri, centra kasino bisa dinikmati di tempat-tempat hiburan meski sembunyi-sembunyi, panti pijat, klub-klub malam yang diseting bagai tempat peristirahatan para pengusaha dan pejabat, hotel-hotel berbintang yang seringkali dibangun diatas tanah sengketa yang bernasib penggusuran warga miskin, perluasan jalan dengan kompensasi tak berimbang. Belum lagi penyelenggaraan konser yang mesti ricuh seakan menyediakan lahan bagi satuan anak-anak puk yang liar.
Substansi kemandirian kota dan penghasilan yang diperolehnya, tidak dinikmati dari perlakuan kepada kelola alam yang sinegis, akibatnya interaksi multilateral antara alam dan penduduknya semakin tidak sehat. Disharmonisasi menampilkan wajah geram alam sehingga pola komunikasi sehat tidak terbangun secara efektif.
Gelombang air laut membanjiri jalan-jalan bahkan rumah-rumah warga, gunung-gunung silih berganti meletus seakan iringan musik orkestra, gempa dan tsunami yang menelan banyak korban dan kerugian, kebakaran pusat-pusat belanja dan munculnya secara tiba-tiba serangan serangga yang menggagalkan masa panen bagi petani padi, sayur dan buah-buahan. Bahasa inilah yang pantas dituturkan alam yang harus menjadi pelajaran berharga bagi semua. Nampaknya, Dewa pulau Dewata sedang mengamuk..
Ok. any body, setiap yang ada di sekeliling kita, adalah teman kita, bahkan, Ebid G Ade punya pesan spesial agar sekali-kali kita bertanya pada rumput yang bergoyang..
Kami berpesan kepada kota sejuta impian ini, agar tetap menjadikan keindahan kota sebagai duplikasi keindahan hati seluruh penyelenggara tata kota..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar